Jumat, 12 Juli 2013

Perpaduan Budaya Cina Jawa cantiknya batik di Candra Naya

cap go meh
“Saya senang diundang ke gedung garasi batik yang baru pertama kali ini saya kunjungi untuk merayakan Cap Go Meh. Saya lihat, yang hadir kebanyakan justru datang dari budaya yang bukan merayakan Cap Go Meh.


Waktu mencalonkan diri menjadi wakil gubernur DKI Jakarta, banyak yang bilang garasi batik, saya benar-benar mempertaruhkan hidup saya dan keluarga saya. Memang, saya berani mengambil risiko karena saya yakin, Garuda Indonesia dengan Bhineka Tunggal Ika ini akan mampu melampaui Elang Amerika Serikat yang juga melahirkan Obama sebagai presiden!”
Sambutan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaya Purnama itu mendapat garasi batik tepuk tangan meriah. Jelang perayaan puncak Cap Go Meh—hari ke-15 Imlek (tahun baru Cina)—yang digelar Yayasan Warna-Warni di Gedung Candra Naya, Jalan Gajah Mada 118, Jakarta Barat, Minggu (24/2).
Pergelaran wayang Poo The Hie oleh dalang Sugiyo Waluyo (Subur) dari Surabaya dibantu batik cirebon iringan musik tradisional Cina yang dilakukan oleh kedua putra kandungnya, serta Wayang Tavip oleh dalang Tavip dari Bandung yang memodifikasi wayang kulit Cina menjadi wayang plastik, menjadi pilihan jitu.
Para tamu, pencinta batik cirebon seni dan budaya, di antaranya perancang busana Musa Widyatmodjo, Alexandra Tan dari Aspertina (Asosiasi Peranakan Tionghoa-Indonesia), model, peragawati, sosialita, seperti Etty Setiawan Djody, Moza Pramita, dan tamu kehormatan Duta Besar China untuk Indonesia Liu Jianchao antusias menyimak lakon Sie Jin Kwie dalam dua versi wayang itu.
Dua pergelaran itu dipandu Dwi Woro Retno Mastuti, peneliti batik cirebon dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, yang sedang mempersiapkan peluncuran buku Wayang Potehi.
“Saya selalu percaya, wayang adalah salah satu media yang secara nyata membuktikan adanya perpaduan budaya yang berjalan selaras,” tutur Krisnina Akbar Tanjung, ketua umum Yayasan Warna-Warni batik cirebon.
Sejak ia merintis pembentukan Yayasan Warna-Warni pada 1998, ia selalu mendorong agar mencintai sejarah secara fun. Sejarah itu tak melulu cerita kepahlawanan, tahun-tahun penting yang harus diingat.
Sejarah bisa kita nikmati lewat sesuatu yang eye catching yaitu arsitektur. Karena itulah kita harus peduli pada pelestarian gedung bersejarah seperti Candra Naya ini, yang bisa menjadi tempat kita bertemu untuk merayakan ragam budaya.
Perayaan Cap Go Meh itu juga dimeriahkan batik cirebon dengan bazaar yang antara lain menghadirkan tekstil tradisional yang memadukan budaya Jawa-Cina macam batik Lasem, dan sajian kuliner khas yang selalu hadir di perayaan Cap Go Meh: lontong cap go meh—irisan lontong dengan opor ayam dan serbuk kedelai. Cina dan Jawa berpadu dalam belanga.
(Christantiowati)